Lurah Melawai Kurnia Rita (Parastiti Kharisma Putri/detikcom)
Jakarta – Puluhan pedagang kaki lima (PKL) berdagang di sepanjang trotoar di wilayah Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Lurah Melawai Kurnia Rita mengakui dirinyalah yang menata PKL di kawasan tersebut.
Rita menjelaskan penertiban PKL di kawasan Melawai sudah sering dilakukan, bahkan oleh lurah sebelumnya. Namun para PKL membandel dan tetap kembali berdagang di trotoar.
Menurut Rita, yang menjabat lurah sejak 2016, penertiban PKL pun pernah dilakukan dari tingkat kota. Pascapenertiban itu, kantornya langsung digeruduk para pedagang. Agar persoalan ini tidak terus berulang, mediasi pun dilakukan dirinya dengan berbagai pihak terkait, termasuk Camat Kebayoran Baru.
Dari mediasi itu, disepakati para PKL akan ditata oleh Suku Dinas Koperasi dan UKM Kota Jakarta Selatan. Rita mengatakan saat itu ada tiga lokasi yang dia usulkan, yakni Jalan Sunan Ampel, Jalan Wijaya IX, dan Falatehan. Penataan itu disepakati dengan persyaratan, jika nantinya ada protes, PKL akan ditertibkan.
PKL berspanduk OK OCE membuka lapak di trotoar Jaksel. (Dyah Paramita Saraswati/detikcom)
Karena ada kesepakatan itulah, menurut dia, para PKL yang berdagang di trotoar di Jalan Sunan Ampel tidak melanggar aturan.
Baca juga: Lurah Melawai: Kalau Banyak Aduan, PKL di Trotoar Ditertibkan
“Jadi, karena sudah kesepakatan hasil rapat antara kelurahan, pak camat, PKL (pedagang kaki lima), kalau sudah sepakat, ya tidak melanggar aturan,” ujarnya saat ditemui detikcom di kantornya, Selasa (27/2/2018).
Meski demikian, menurut Rita, para PKL saat itu juga diminta menaati aturan. Para PKL saat itu sudah sepakat siap ditertibkan jika ada masyarakat yang memprotes keberadaan mereka.
PKL di trotoar mencopot spanduk OK OCE (Foto: dok. Dinas KUMKMP DKI Jakarta)
“Mereka harus ikuti aturan, harus rapi. Kalau nggak, bisa saya ratain,” tegasnya. “Biasanya penertiban nggak langsung, ada surat peringatan (SP). Ada SP1, SP2, baru SP3, diangkut kalau tetap bandel,” sambungnya.
Sekretaris Kelurahan Melawai yang mendampingi Rita, Ngolu Simanjuntak, menyatakan hal sama. Menurutnya, penempatan PKL di trotoar Jalan Sunan Ampel merupakan solusi terbaik. Penertiban, menurutnya, sudah sering dilakukan, namun tetap saja PKL membandel kembali lagi.
“Kami dulu ngomong sama mereka, apabila ada masyarakat yang komplain, kalian (PKL) semua harus keluar dari sini, harus ditertibkan. Karena apa, secara aturan, perda tentang ketertiban umum, ya kan nggak bisa sebenarnya. Tapi soal benar dan salah ya kita nggak… gimana ya… susah mengapakan… Sudah kita tertibin, mereka datang lagi, dua minggu tiga minggu lagi, datang lagi. Kita kan nggak mungkin 24 jam di situ,” kata Ngolu.
“Jadi masalah perut. Jadi orang berjuang untuk menghidupi keluarganya. Bukan suatu pembenaran sih, tapi itu realitas. Di mana ada keramaian, di situ ada PKL, benar nggak? Lihat saja car free day, ada mi ayam di situ, bakso. Di mana ada keramaian di Jakarta, di situ ada PKL,” sambungnya.
Ngolu menegaskan pihak kelurahan tidak ada melakukan pungutan kepada PKL untuk bisa berjualan di trotoar. Menurutnya, penataan PKL adalah solusi terbaik dibanding dengan hanya melakukan penertiban.
“Penertiban itu nggak bikin solusi, nggak banyaklah yang bisa di… ada beberapa persenlah yang bisa memberikan solusi, tapi kebanyakan tidak. Terbukti kan. Masalah PKL sampai sekarang belum clear. Perda 8 Tahun 2007 sudah berapa tahun, tuh? Kalau itu bisa terlaksana, ada lagi nggak PKL melanggar?” ucapnya.